-->

Daerah

Iklan


Jual Smartkost Fiktif, Bos Property di Surabaya Masuk Bui

Portalindonesia.co
6/02/2021, 18:56 WIB Last Updated 2021-06-02T11:56:23Z
Jual Smartkost Fiktif, Bos Property di Surabaya Masuk Bui


SURABAYA, Portalindonesia.co - Seorang direktur PT Indo Tata Graha berinisial DH tidak berkutik saat digelandang di Polrestabes Surabaya. Dia ditangkap lantaran melakukan tindak pidana tipu gelap berkedok mejual property Smartkost fiktif di kawasan Mulyosari Surabaya.


Wakasatreskrim Polrestabea Surabaya, AKP Ambuka Yudha Hadi mengungkapkan, bahwa unit property yang dijual oleh tersangka DH ini belum sama sekali terbangun. Sedangkan untuk memasarkan unit itu sendiri, DH menggunakan sosial media (Medsos) dan menyebar selembaran brosur di jalanan.


"Untuk tersangka saat ini masih satu, yakni berinisial DH. Dia merupakan pengusaha properti, seperti menjual kos-kosan di wilayah strategis kawasan kampus-kampus. Sedangkan fisik bangunan belum dibangun (fiktif)," terang Ambuka saat pres rilis di Mapolrestabes Surabaya, Rabu (2/6/2021).


Menurut Ambuka, tertangkapnya tersangka DH ini dari hasil laporan korban yang sudah membayar Smartkost yang sampai saat ini belum terbangun. Setelah dilakukan penyelidikan ke lokasi, PT Indo Tata Graha ternyata belum menyelesaikan pembelian tanah dari pemilik tanah. Sehingga tanah tersebut belum sah menjadi milik PT Indo Tata Graha.


Akibat perbuatan tersangka, para korban mengalami kerugian capai Rp11 miliar. Pembayaran itu DH mengaku digunakan untuk pembebasan tanah yang akan dibangun untuk Smartkost.


"Uang itu dalihnya untuk pembebasan tanah. Namun dari keterangan saksi-saksi ternyata belum ada pembebasan sama sekali dengan tanahnya," papar Ambuka.


Saat ditanya lanjut Ambuka jumlah korban tipu rayu tersangka DH sendiri ada sekitar 11 orang. Namun tidak menutup kemungkinan akan bertambah lagi. Pihaknya masih akan melakukan pendalaman.


"Sebelumnya memang ia bangun perumahan akan tetapi ketika dia menawarkan Smartkos daerah Mulyosari ini tidak sesuai dengan yang ia janjikan dan diharapkan korban," tuturnya.


Sementara tersangka DH mengatakan bahwa uang Rp11 miliar tersebut ia gunakan untuk pembebasam tanah, sisanya untuk pengurukan, operasional proyek membayar karyawan hingga perizinan.


"Kami dalam posisi ini sebenarnya juga korban karena tanah yang kami beli dengan skema bayar termin itu ternyata bermasalah sampai akhirnya pembuatan sertifikat terkendala, akhirnya pemilik (tanah) kemudian menggugat," ungkap DH.


Sebenarnya, target penyelesaian Samrtkos ini kata DH selesai selama dua tahun akan tetapi di satu tahun pertama ternyata mengalami masalah. Sehingga tidak bisa dibangun karena belum ada perizinan.


Dalam kasus ini, polisi menjerat perbuatan tersangka DH dengan Pasal 372 dan 378 KUHP. Tentang penipuan dan penggelapan. Ancaman hukuman kurungan pidana selama 4 tahun penjara. (Ady)

Komentar

Tampilkan

Terkini