Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumenep, Madura, Jawa Timur, gelar Rapat Paripurna III Masa Sidang II Tahun 2019. (Foto Fjr/Portalindonesia.co) |
Graha Paripurna setempat, Senin (18/3/2019).
Dalam Paripurna tersebut dihadiri 28 anggota dewan dari 50 jumlah anggota DPRD Sumenep.
Sebagaimana laporan Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Sumenep, Moh. Mulki, dari 22 anggota yang absen pada sidang tersebut, disebabkan karena 4 orang izin, keterangan sakit 3 anggota, sementara 15 lainnya tanpa keterangan.
Ketua Pansus DPRD Sumenep Nurus Salam menyampaikan, setelan Pansus mendiskusikan laporan hasil pembahasan LKPJ, dapat mengidentifikasi masalah-masalah sebagaimana dimaksud bukan dalam rangka mencari-cari kesalahan OPD-OPD.
“Pengidentifian itu tidak lain hanyalah ingin menunjukkan bahwa sesungguhnya memang masih masalah-masalah, baik itu masalah baru maupun masalah yang pernah terjadi di tahun-tahun sebelumnya. Agar Bupati bisa segera menindaklanjutinya dengan melakukan pembenahan dan penyempurnaan,” terangnya.
Uraian pembahasan Pansus terhadap LKPJ tertuang dalam beberapa poin catatan, diataranya soal klise Pendapatan, Perencanaan yang kurang matang, belum adanya skala prioritas dalam pembangunan jalan dan permasalahan kesehatan, termasuk soal pertumbuhan angka kemiskinan yang tidak dapat ditekan.
Hal yang paling menjadi sorotan Pansus dari LKPJ Bupati tersebut, ditemukannya angka kemiskinan dari tahun 2017 ke 2018 di Kabupaten Sumenep mengalami kenaikan mencapai 7.000 jiwa.
“Nah temuan ini menjadi tanda tanya besar Pansus, apakah APBD Sumenep tidak berkorelasi positif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat Sumenep, bayangkan saja sampai mencapai 7.000 jiwa peningkatan angka kemiskinannya,” tegasnya.
Menurut Oyock, sapaan akrab politisi Partai Gerindra ini, tingginya APBD Sumenep, kemudian ditopang pula program program APBD Provinsi hingga pusat dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat, sehingga sejumlah program yang ada harusnya berdampak positif dalam rangka penurunan angka kemiskinan, bukan malah berbanding terbalik.
“APBD Sumenep yang mencapai 2 Triliun lebih ini, berdampak dalam menekan tingginya angka kemiskinan, termasuk adanya program wirausaha muda. Harusnya program ini dapat mendorong peningkatan IPM, jika kemudian program yang dilaksanakan ini tidak berdampak, ini menjadi sebuah dasar bagi kami di legislatif mendesak Pemerintah belajar melakukan perencanaan dengan benar,” imbuhnya.
Pertumbuhan ekonomi Sumenep yang hanya mencapai 5,1 persen, masih lebih tinggi dibandingkan tingkat nasional 5,17 persen. Bahkan terbilang kalah jika dibanding dengan pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Timur yang mencapai 5,7 persen. Ini harus dijadikan acuan oleh Bupati dan tim di eksekutif untuk kemajuan masyarakat ujung timur pulau Madura.
“Sebagai acuan Bupati dari laporan Pansus ini, agar ditalaah bersama oleh tim yang ada di eksekutif, mencari formulasi baru untuk terciptanya keberhasilan perencanaan pembangunan di masa mendatang. Termasuk menekan angka kemiskinan di tahun 2019 menjadi berkurang, dan mengupayakan pertumbuhan ekonomi dapat meningkat,” tandasnya. (Fjr)